PALU – Pengamat Pemerintahan, Profesor Djohermansyah Djohan, menegaskan bahwa Petahana yang melakukan mutasi jabatan berisiko dibatalkan pencalonannya dalam Pilkada 2024.
“Petahana yang melakukan mutasi jabatan, pencalonannya seharusnya bisa dibatalkan, bahkan dikenakan sanksi pemberhentian sebagai kepala daerah,” ujar pengamat itu dalam keterangan tertulis di Palu, Jumat (4/10/2024).
Baca juga:Paslon Petahana Terancam Gagal Ikut Pilkada Morowali Utara
Djohermansyah menjelaskan sanksi ini merujuk pada Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 570 Tahun 2016 yang berkaitan dengan sengketa Pilkada di Kabupaten Boalemo, Gorontalo.
Putusan tersebut mengabulkan sebagian gugatan dari Darwis Moridu dan Hi. Anas Jusuf terhadap KPU dan Pemkab Boalemo.
“Dalam kasus itu, kepala daerah petahana dinilai menyalahgunakan wewenangnya,” tambah Guru Besar Universitas Nasional (Unas) tersebut.
Baca juga: Bawaslu Kota Palu Kaji Laporan Dugaan Pelanggaran Penetapan Paslon Pilkada 2024
Dalam kesempatan lain, Djohermansyah yang juga mantan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, menyampaikan hal yang sama dalam dialog publik yang diselenggarakan oleh Forum Kajian Demokrasi Kita (Fokad).
Acara ini mengangkat tema “Fenomena Kepala Daerah Incumbent Melakukan Mutasi Jabatan Menjelang Pilkada 2024: Telaah Terhadap Netralitas Birokrasi dan Implikasi pada Sistem Demokrasi.”
Baca juga: Bawaslu Morut Tangani Dugaan Pelanggaran Panwascam Bungku Utara
Terpisah, Akademisi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Sahran Raden, mengingatkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk lebih teliti dalam menangani laporan pelanggaran administrasi Pilkada serentak 2024.
“Bawaslu provinsi, kabupaten, dan kota harus berhati-hati dalam mengkaji laporan sesuai dengan norma dan peristiwa hukum yang terjadi,” jelasnya di Palu, Jumat.
Sahran memberikan pernyataan ini menanggapi laporan terhadap KPU Sulawesi Tengah, KPU Kota Palu, dan KPU Morowali Utara di Bawaslu masing-masing daerah, terkait dugaan pelanggaran administrasi dalam penetapan pasangan calon kepala daerah.
Baca juga: Tiga Lembaga Survei Pilgub Sulteng, Hanya Satu Terdaftar di KPU
Substansi laporan tersebut menyebutkan bahwa KPU telah meloloskan pasangan calon petahana yang melakukan mutasi atau penggantian pejabat enam bulan sebelum penetapan pasangan calon oleh KPU.
Tindakan itu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Pada Pasal 71 ayat (2), UU Pilkada mengatur kepala daerah tidak boleh mengganti pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatannya, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri.
“Meskipun dilarang, tetapi ada pengecualian tindakan itu, melalui satu mekanisme persetujuan tertulis dari menteri,” kata Sahran. (*)