PARIMO – Aktifitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di Desa Kayuboko, Kecamatan Parigi Barat, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) kembali menggeliat. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah menilai penindakan APH di wilayah itu lemah.
Kembalinya aktifitas PETI Kayuboko sudah berjalan sejak dua bulan lalu. Kabarnya, aktifitas ini dikendalikan dua cukong dengan bekingan oknum desa dan penegak hukum.
Belasan alat berat sewaan terus bergerak di area itu. Penggunanya dua cukong dan kelompok masyarakat.
“Di kawasan Kayuboko ada empat saluran pengolahan berukuran jumbo,” kata sumber itu, Jumat (21/3/2025).
Dia bilang, potensi kandungan emas di Kayuboko nampak masih besar. Terlihat dari masuknya dua cukong baru setelah pemain lama lenyap tak ada kabar.
Sementara itu kelompok masyarakat penambang juga ikut bergabung. Bahkan mereka tak perlu pusing menyewa alat berat seharga Rp1,1 juta per jam. Angka ini naik 100 persen dari harga sewa sebelumnya.
Lantas kenapa bisa sewa alatnya begitu mahal, padahal sewa normalnya antara Rp350 ribu hingga Rp450 ribu per jam. Rupanya, sumber menyebut ada bagi-bagi dari harga itu.
Aliran dana katanya masuk ke tiga pintu pertama dengan nilai Rp100 ribu, Rp50 ribu, dan Rp50 ribu. Kemudian Rp350 ribu masuk ke dua oknum penting, sedangkan Rp100 ribu lebihnya untuk biaya tak terduga.
Baca juga: Warga Dusun 3 Tolak Alat Berat Masuk Tambang Emas Buranga
Sumber juga menyebut si oknum penting masih meraup untung dari jatah pengaturan BBM untuk operasional alat berat.
“Itu baru hitungan untuk satu unit alat berat per satu jam, coba dikalikan belasan alat yang beroperasi setiap hari,” bebernya.
Ia lantas mengungkap seseorang yang bertidak layaknya sutradara. Orang ini katanya sedarah dengan oknum perwira Polri yang pangkatnya lebih tinggi dari oknum Polri di Parimo.
Kembalinya kegiatan PETI Kayuboko akhir-akhir ini sebenarnya sudah menyebar di media sosial. Namun gejolaknya belum cukup kuat menggetarkan sikap aparat penegak hukum.
Kemungkinan, penutupan PETI di seluruh wilayah Parimo oleh pemerintah setempat pada Maret 2021 dan penindakkan oleh Polres Parimo pada Maret 2024 belum meninggalkan efek jera.
Sementara di antara waktu tersebut, ada bencana banjir yang menghantam Kecamatan Parigi Barat secara berulang. Kerugian material dan imaterial tentu tak lagi terhitung.
Desakan JATAM Sulteng
JATAM Sultneg mengidentifikasi penambangan emas di Kayuboko tidak lagi bersakala pertambangan rakyat, sebab ada alat berat yang digunakan. Artinya, ada korporasi terselubung di dalamnya.
“Di sisi lain, hampir tidak teridentifikasi siapa saja orang-orang yang melakukan penambangan di wilayah itu,” ujar Direktur JATAM Sulteng Mohammad Taufik, Jumat (21/3/2025) malam.
JATAM Sulteng menegaskan bahwa penambangan ilegal seperti di Kayuboko adalah contoh nyata lemahnya penegakan hukum di Sulawesi Tengah. Indikasinya menguat karena tidak ada tindakan serius terhadap aktor utama penambangan ilegal.
“Kalau kita melihat proses penegakan hukum di Sulawesi Tengah terkait dengan PETI, hampir kita tidak melihat keseriusan dari aparat penegak hukum menangani perkara-perkara penambangan ilegal seperti yang terjadi di Kayuboko,”
Jika terus begitu, Taufik menyarankan penanganan kasus PETI Kayuboko dan penambangan ilegal mineral lainnya perlu dialihkan ke Mabes Polri, Kejaksaan Agung, bahkan KPK.
Alasannya, ada kerugian besar terhadap negara dan lingkungan. Dari sisi ekonomi, negera tidak menerima pembayaran kewajiban. Sementara itu ekologi terkoyak dengan rusaknya lahan dan laut.
Taufik mengigatkan, besar kemungkinan lokasi tambang di Kayuboko masuk zona pertanian berkelanjutan berdasarkan Perda Nomor 4/2023 tentang perubahan atas Perda Nomor 2/2021 yang mengatur mengenai perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan atau LP2B.
Merujuk Perda tersebut, Bupati Parimo menetapkan kawasan P2B yang diatur dalam Perda tentang RTRWK seluas 65.135,20 hektare.
Kawasan ini terbagi dua kategori, yakni LP2B seluas 27.089,28 hektare dan LCP2B (Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan) seluas 38.045,92 hektare.
Sesuai sebaran kawasan inti atau LP2B per kecamatan, Parigi Barat memiliki luasan 297,19 hektare. Kemudian lahan penyangga atau LCP2B Kecamatan Parigi Barat seluas 1.213,27 hektare.
Dari penataan kawasan tersebut, area PETI Kayuboko kemungkinan besar masuk dalam LCP2B. Padahal, itu adalah lahan potensial yang dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan ketersediaannya tetap terkendali untuk dimanfaatkan sebagai LP2B pada masa mendatang.
JATAM terus mengigatkan bahwa aktivitas PETI Kayuboko dapat mengubah topografi, fungsi lahan, dan mengancam wilayah pangan berkelanjutan.
“Banjir berulang di wilayah tersebut merusak lahan pertanian, pesisir, dan laut akibat aliran limbah tambang ke sungai,” sebut Taufik.
Menunggu IPR Aktif
Sarmin, Kepala Desa Kayuboko mengakui kabar kembalinya aktifitas tambang emas di desanya adalah benar. Menurutnya, Izin Pertambangan Rakyat (IPR) saat ini dalam tahap pengurusan.
“Nah ini tinggal menunggu Koperasi. Aktifitas saat ini ada, saya tidak mau bohong,” kata Sarmin, Sabtu (22/3).
Baca juga: Jatam Sulteng Sebut Aktivitas PETI di Poboya Ancaman Sumber Air Bersih Warga Palu
Sarmin membantah isu dua cukong baru di PETI Kayuboko. Sebab katanya penambang adalah masyarakat, meski benar mereka menyewa alat berat.
“Memang ada alat berat tapi tidak ada (cukong) yang menambang, semua masyarakat. Tapi saya tidak ikut nambang,” ujarnya.
Terkait praktik bagi-bagi jatah dari aliran dana tambang, dia bilang ada 3 persen masuk ke kas desa. Besaran itu sesuai kesepakatan bersama untuk membantu pembangunan kantor desa.
“Tiga persen dari penghasilan tambang masuk ke kas desa. Jadi saya pastikan tidak ada pungututan di luar kesepekatan itu,” pungkas Sarmin. (ham)