PARIMO – Warga Dusun 3, Desa Buranga, Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, melakukan aksi penolakan terhadap tambang emas yang beroperasi di wilayah mereka. Penolakan ini dipicu oleh keberadaan alat berat yang melintas di jalan desa, yang kemudian dihalangi oleh warga.
Berdasarkan laporan yang diunggah oleh akun Facebook Niluh Rediami, aksi tersebut berujung pada ketegangan antara warga dan kelompok yang mengawal alat berat. Bahkan, ia mengaku diancam dengan senjata tajam saat berusaha menghentikan alat berat tersebut.
“Kejadian malam ini di Dusun 3 Desa Buranga telah melintas alat berat milik pengelola tambang Desa Buranga yang selama ini telah beroperasi kami coba halangi agar tidak melintas di jalan dusun kami. Tetapi para preman yang mengawal alat berat tersebut yang mengatasnamakan masyarakat Desa Buranga terlibat cekcok dengan saya pribadi dan saya diancam dengan menggunakan sajam (Samurai) yang tidak sempat kami ambil videonya,” tulis Niluh Rediami.
Baca juga: Petani Buol Tuntut Hak Lahan dan Hasil Panen ke PT HIP
Niluh menegaskan bahwa mereka tidak menolak pertumbuhan ekonomi desa, tetapi mereka ingin mendapatkan hak-hak yang seharusnya mereka terima.
“Kami hanya meminta apa yang patut kami terima,” tegasnya.
Mereka juga mengeluhkan kurangnya transparansi dari pihak terkait, karena warga tidak pernah diundang dalam rapat pembahasan tambang.
“Sekali pun tidak pernah kami diundang pada saat rapat pembahasan tentang tambang, kami akui kami hanya masyarakat kecil siapa yang berani itu yang akan dibenci,” ungkap Niluh.
Sebelumnya, warga juga mengalami insiden lain, seperti putusnya kabel listrik akibat alat berat yang melintas.
Selain itu, meskipun ada aksi demonstrasi dan rapat di balai desa, warga mengklaim tidak pernah dilibatkan dalam diskusi terkait tambang tersebut.
Tuntutan Warga
Warga menuntut pemerintah, mulai dari tingkat desa hingga provinsi, untuk meninjau kembali legalitas tambang tersebut.
Menurut Niluh, tambang seharusnya beroperasi berdasarkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR), namun faktanya menggunakan alat berat yang merusak lingkungan.
Selain itu, warga Dusun 3 mengajukan sejumlah tuntutan kepada pengelola tambang agar dampak negatif dari aktivitas pertambangan bisa diminimalkan. Tuntutan tersebut meliputi:
1. Larangan alat berat melintas di jalan desa/dusun menuju tambang.
2. Normalisasi sungai sebelum tambang beroperasi.
3. Pengelolaan limbah tambang yang jelas agar tidak mencemari sungai.
4. Penyediaan sarana air bersih bagi warga, mengingat saat ini mereka mengalami kekeringan.
5. Perbaikan jalan desa yang rusak akibat aktivitas tambang.
6. Penyediaan lapangan pekerjaan bagi warga setempat yang berkaitan dengan tambang.
Terusik Unggahan Niluh
Lewat media sosial, Niluh berharap pemerintah segera turun tangan untuk menyelesaikan persoalan ini.
Ia mengingatkan bahwa Desa Buranga lebih dikenal karena hasil buahnya, bukan karena tambangnya.
“Hanya melalui media sosial ini saya mengadu agar bisa diperhatikan desa kami Buranga,” tandasnya.
Namun pada unggahan Niluh Readmi selanjutnya, unggahan penolakkan alat berat yang sudah dibagikan lebih dari 300 kali ini ternyata mengusik pihak tertentu yang meminta Niluh menurunkan atau menghapusnya.
“Mohon maaf apabila ada pihak tertentu yang merasa dirugikan dengan postingan saya sampai meminta saya untuk takedown postingan saya. Saya hanya menyuarakan hak saya sebagai warga Dusun 3 Desa Buranga,” tulis Niluh Readmi.
Sejarah dan Bencana
Berdasarkan informasi dari berbagai sumber menyebutkan pertambangan emas di Desa Buranga telah mengalami perubahan status dari aktivitas ilegal menjadi legal melalui proses perizinan resmi.
Sebelumnya, kegiatan penambangan di wilayah ini dilakukan tanpa izin resmi, yang mengakibatkan beberapa insiden, termasuk longsor pada Februari 2021 yang menelan 7 korban jiwa.
Pada 8 Januari 2025, Pemprov Sulteng mengeluarkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) kepada tiga koperasi di Desa Buranga, yaitu Koperasi Produsen Sina Jaya Mandiri, Koperasi Produsen Sina Maju Bersaudara, dan Koperasi Produsen Buranga Baru Indah.
Dengan adanya IPR ini, aktivitas pertambangan di Buranga menjadi legal dan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui berbagai manfaat ekonomi.
Baca juga: Indeks Keselamatan Jurnalis Indonesia di Bawah 70 Persen
Kepala Desa Buranga, Irfan Dg. Makampa, menyatakan bahwa legalitas ini diperoleh setelah berbagai upaya dan kerja sama antara pemerintah desa, koperasi, dan pihak terkait, termasuk dukungan masyarakat setempat.
Ia menekankan bahwa dengan adanya izin resmi, manfaat ekonomi kini bisa dirasakan langsung oleh warga, termasuk penyediaan lapangan pekerjaan dan peningkatan infrastruktur desa.
Meskipun demikian, masih terdapat kekhawatiran di kalangan masyarakat terkait dampak lingkungan dan sosial dari aktivitas pertambangan ini.
Warga mengajukan tuntutan kepada pengelola tambang untuk memastikan bahwa operasi tambang tidak merusak lingkungan dan infrastuktur desa. Selain itu aktivitas tambang dapat memberikan manfaat langsung kepada masyarakat setempat. (*)