MOROWALI – PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) terapkan prinsip anti-diskriminasi terhadap belasan ribu karyawan perempuan yang bekerja di kawasan industri berkedudukan di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah ini.
Perkembangan kawasan industri dalam naungan perusahaan PT IMIP terus bertumbuh pesat. Sektor industri ekstraktif ini menawarkan kesempatan bekerja yang luas bagi lulusan universitas seluruh Indonesia.
Dari total 83.676 karyawan (sumber: Departemen HR PT IMIP, 2024), ada sekitar 17.000 orang perempuan bekerja di kawasan tersebut.
Meski lekat dengan kesan ‘pekerjaan lelaki’, perusahaan yang beroperasi di kawasan IMIP terbuka bagi calon karyawan perempuan yang kapabel sesuai kapasitas yang dibutuhkan.
Salah satu lini pekerjaan itu termasuk pengoperasian alat berat untuk kebutuhan distribusi material produk olahan nikel.
Baca juga: IMIP Serahkan Rumah Sakit Pratama Bahodopi Dikelola Pemkab
Lidya Eka Saputri (29), operator hoist crane di Departemen HAPL PT Indonesia Ruipu Nickel and Chrome Alloy (IRNC, salah satu tenant di Kawasan IMIP), mengungkapkan, dia telah bekerja mengoperasikan mesin pengangkat gulungan baja putih itu sejak tahun 2018.
Selama ini, Lidya menjalani tugasnya berdasarkan pembagian tiga jadwal waktu gilir (shift), yaitu pagi (pukul 08.00–16.00), sore (pukul 16.00–00.00), dan malam (pukul 00.00 hingga 08.00).
Setiap hari, dia menjalani rutinitas tugas di dalam kabin hoist crane berdimensi lebar 1,5 meter, panjang 2 meter, dan tinggi 2 meter selama 8–12 jam.
Di situ dia mengaktifkan mesin hoist crane dan mengarahkan tombol-tombol perintah untuk mengambil dan memindahkan beban muatan berbobot sekitar 11 ton hingga 35 ton.
Dari total 23 operator, terdapat 10 orang operator perempuan yang terbagi dalam tiga grup. Mereka mengoperasikan sekitar 20 mesin pengangkut hoist crane.
“Saya di-training sampai sekitar 3 bulan, hingga lalu bisa mengoperasikannya. Kami naik ke kabinnya, dan ditunjukkan komponen alat di mesinnya. Di awal-awal susah, tetapi lama-kelamaan bisa,” ucapnya.
Keadilan bagi Karyawan Perempuan
Selain gaji bulanan dengan tunjangan untuk seorang anaknya, Lidya Eka Saputri merasakan kemudahan dalam mendapatkan cuti haid dan cuti melahirkan.
Manakala seorang karyawati merasakan sakit akibat haid, mereka mendapat izin meninggalkan tugas maksimal selama dua hari.
Lidya mengatakan, beberapa rekannya biasa mengajukan surat keterangan sakit dari Klinik IMIP untuk mendapatkan izin cuti haid kepada Departemen HRD perusahaannya.
Adapun cuti hamil, karyawan di kawasan IMIP dipastikan mendapatkan masa istirahat yang memadai untuk menjamin kesehatan karyawan perempuan dan janin dalam kandungannya.
Tak hanya itu, perusahaan juga memberikan kebijakan masa istirahat selama 1 bulan 15 hari bagi karyawan perempuan yang mengalami keguguran.
Baca juga: PT IMIP Bantu DLH Morowali Bangun TPST Bahodopi
Dedy Kurniawan, Media Relations Head PT IMIP menekankan, pihak tenant memberi masa cuti hamil dan melahirkan lebih panjang dari ketentuan dalam Pasal 82 Undang-Undang Ketenagakerjaan.
“Jika aturan tenaga kerja bahwa cuti hamil dan melahirkan itu hanya 3 bulan, di kami ada kebijakan lagi, memberikan tambahan istirahat selama 2 bulan bagi mereka. Jadi 5 bulan lamanya mereka bisa istirahat setelah melahirkan,” tutur Dedy Kurniawan.
Lidya mengalami sendiri masa cuti hamil saat menjelang melahirkan putrinya, Maret 2023 lalu. Dia mengambil total cuti lahiran selama 5 bulan.
Selama menjalani cuti hamil, rekan kerja Lidya yang masih aktif mengambil alih tugasnya. Ini bukti IMIP terapkan anti-dskriminasi tersebut.
IMIP Terapkan Lingkungan Kerja Positif
Agnes Priska Adelaide (32), operator hoist crane lainnya mengungkapkan, dia bertahan tujuh tahun bekerja di Departemen HPAL PT IRNC lantaran lingkungan kerja yang ramah dan positif.
“Tidak toksik antarsesama karyawan dan atasan. Pengawas dari TKA Cina juga baik. Ini membuat kami tidak merasa tegang dalam bekerja,” katanya.
Indriani, karyawan divisi Control Room Departemen Environmental-Manajemen Lingkungan PT QMB New Energy Material juga mengalami pengalaman serupa dengan Agnes.
Menurutnya, atasannya yang adalah seorang lelaki tidak pernah membeda-bedakan jenis pekerjaan untuk dikerjakan oleh karyawan berjenis kelamin tertentu. Sebaliknya, Indriani merasa para karyawan perempuan tidak minder terhadap karyawan lelaki.
Dia mencontohkan sikap demokratis yang dijalankan kepala departemennya. Bila ada karyawan lelaki yang punya pengetahuan lebih banyak, mereka dianjurkan untuk membagi ilmu mereka kepada rekan karyawan perempuan.
Selain itu, karyawan juga mendapatkan keleluasaan untuk naik jabatan dan memilih spesialisasi bidang pekerjaan.
“Jadi kami tidak pernah merasa ada diskriminasi. Laki-laki bisa, maka perempuan juga bisa,” katanya.
Baca juga: Hujan Tak Patahkan Semangat Peserta Upacara HUT ke-78 RI di IMIP
HR Head PT IMIP Achmanto Mendatu mengungkapkan, manajemen perusahaan yang beroperasi dalam kawasan IMIP mengutamakan prinsip kesetaraan bagi seluruh pekerja.
Mendatu bilang, IMIP menjamin pemenuhan hak mendasar termasuk bagi karyawan perempuan.
“Kami membuat kebijakan yang tanpa diskriminasi. Jadi gajinya sama, sistemnya sama antara pekerja perempuan dan laki-laki,” katanya, pada Sabtu (30/9/2024).
Adapun terhadap potensi tindak pelecehan seksual, Mendatu memastikan upaya mengedepankan langkah preventif, semisal dengan penyuluhan atau kampanye.
Sebab, kata dia, alih-alih mengontrol moralitas seorang karyawan, sosialisasi dan edukasi lebih relevan untuk dijalankan.
“Upaya imbauan merupakan jalan pencegahan,” ujarnya. (*)