PALU – Aliansi Jurnalis Sulawesi Tengah menolak revisi terhadap Undang-undang Penyiaran yang dinilai memberangus kebebasan pers.
Penolakan tersebut dilakukan dalam aksi unjuk rasa di Tugu Nol Kilometer Jalan Hasanudin, Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), Jumat (24/5/2024).
Aliansi Jurnalis Sulawesi Tengah adalah gabungan jurnalis lintas organisasi profesi mulai dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulteng, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Palu serta Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulteng.
Saat aksi, mereka membawa berbagai poster dan tulisan, isinya tegas menolak revisi UU Penyiaran. Sebagian jurnalis juga meletakkan kartu persnya di jalan sebagai bentuk protes.
Kordinator lapangan Aliansi Jurnalis Sulteng, Andi Saiful mengatakan revisi UU Penyiaran telah memperluas definisi penyiaran yang mencakup teknologi digital seperti internet. Poin ini sebelumnya tidak termasuk dalam UU Penyiaran 2002.
“Penambahan subjek hukum ini berpotensi mengancam kebebasan pers dan berekspresi di platform digital,” tegasnya.
Andi juga menyebut pasal 50B ayat 2(c) yang melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi bertentangan dengan Pasal 4 ayat 2 UU Pers yang menjamin kemerdekaan pers tanpa penyensoran.
“Jelas, larangan ini membungkam kemerdekaan pers pada kerja-kerja jurnalisme investigasi, baik di media arus utama maupun di platform digital,” tandasnya.
Olehnya AJI Palu, PFI Palu, IJTI Sulteng, dan AMSI Sulteng menolak draf revisi UU penyiaran Maret 2024 dan meminta DPR menangguhkan hingga periode mendatang.
Ketua AJI Palu Yardin Hasan mengatakan, penolakan terhadap revisi UU Penyiaran bukan untuk kepentingan jurnalis semata, tetapi juga memperjuangkan kepentingan masyarakat.
“Masyarakat juga perlu menyerap informasi terbaik dan kredibel dari media,” katanya.
Ia mengatakan, diujung pemerintahan Joko Widodo para jurnalis mendapatkan kado pahit melalui regulasi buruk dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
“Presiden Joko Widodo di ujung pemerintahannya membungkam demokrasi, membatasi kebebasan berpendapat dengan aturan ugal-ugalan,” pungkasnya.
Salahsatu peserta aksi dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah (Sulteng) Taufik dalam orasinya mengatakan, bila revisi RUU Penyiaran disahkan maka berita-berita berkualitas tidak akan dinikmati.
“Maka koalisi Jurnalis menolak revisi RUU penyiaran,sebab tidak ada jaminan pemberitaan berkualitas, kritik terhadap negara, ketika revisi UU tersebut akan disahkan oleh negara,” ujarnya.
Ia menyebutkan, revisi RUU penyiaran adalah upaya pembungkaman kebebasan berpendapat, dilakukan oleh negara.
Olehnya sebut dia ,pihaknya dari organisasi masyarakat civil (CSO) turut bersolidaritas terhadap sikap jurnalis yang menolak revisi Undang-undang penyiaran.
Aksi demo serupa juga dilakukan Para jurnalis di berbagai daerah untuk menolak RUU penyiaran tersebut.***